Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kec. Pedan Kab. Klaten - Persyarikatan Muhammadiyah

Pimpinan Cabang Muhammadiyah  Kec. Pedan Kab. Klaten
.: Home > Berita > Pengajian tarjih rutin PCM Pedan ,bahas masalah waktu kematian,jenis janin dalam rahim , dan hukum kloning

Homepage

Pengajian tarjih rutin PCM Pedan ,bahas masalah waktu kematian,jenis janin dalam rahim , dan hukum kloning

Minggu, 22-09-2012
Dibaca: 1583

Bertepatan dengan hari Sabtu malam Ahad tanggal , 21 September 2012 Pimpinan Cabang Muhammadiyah Pedan dengan penyelenggara oleh majelis tarjig dan tajdid  , melaksanakan agenda rutin pengajian tarjih bertempat di Masjid Al Jalal Pedan kabupaten Klaten. Pengajian di mulai jam 19.30 wib dan berakhir pada jam 21.30 wib. Pada kesempatan itu masalah yang di bahas adalah : pengetahuan tentang waktu mati , penentuan jenis kelamin dalam rahim , juga di bahas masalah hukum memakan makanan  sembelian orang kristen dan hukum kloning. Materi di sampaikan oleh ustad Abid Sahulata , dengan di pandu oleh Ustad Chumaidi. Pada awal pengajian di sampaikan pembacaan susunan acara , kemudian setelah pembukaan di sampaikan sambutan oleh Ketuan ranting Muhammadiyah Desa Kedungan Pedan , dan kemudian di sampaikan materi inti .

Dari pantauan , bahwa jumlah yang hadir cukup banyak , karena suasana tidak hujan . Kurang lebih 400 jamaah memadati lantai bawah masjid Al Jalal Pedan . Dengan bantuan dan pengerahan Kokam Pedan , maka keadaan di lokasi pengajian dapat di kendalikan dengan aman. Dengan pengaturan tempat parkir di seberang jalan dan di depan masjid , maka pengaturan kendaraan  sangat teratur dan tidak mengganggu lalu lintas yang lewat.  Pada penyampaian materi di bacakan pertanyaan sebagai berikut :

  1. Dalam al-qur'an di sebutkan bahwa manusia tidak tahu kapan akan mati dan di bumi mana akan di kubur. Bagaimana dengan orang yang di hukum mati  yang telah di beri tahu kapan akan di eksekusi ? Hal ini berarti telah di ketahui ia akan mati.
  2. Dalam al-qur'an di sebutkan bahwa manusia tidak tahu jenis kelamin yang ada dalam rahim seorang ibu. Bagaimana dengan ultrasonography ( USG ) yang dapat mendeteksi dalam kandungan , sehingga dapat di ketahui apakah anak itu laki - laki atau perempuan ?
  3. Bolehkan seorang muslim memakan sembelian orang Kristen, karena mereka menyembelih dengan menyebut nama Yesus Kristus?

Berikut adalah jawabannya :

Pertanyaan 1 dan 2:
Pertanyaan No. 1 dan No. 2 dapat dijawab dalam satu jawaban. Agar lebih jelas kami salinkan ayat-ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan masalah di atas. Allah SWT berfirman:
إِنَّ اللهَ عِنْدّهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِى اْلأَرْحاَمِ وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوْتُ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ. [لقمان (31): 34].
Artinya: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS. Luqman (31): 34].
Dan firman Allah SWT:
اللهُ يَعْلَمُ مَا تَحْمِلُ كُلُّ أُنْثَى وَمَا تَغِيْضُ اْلأَرْحَامُ وَمَا تَزْدَادُ وَكُلُّ شَيْئٍ عِنْدَهُ بِمِقْدَارٍ.[الرعد (13): 8].
Artinya: Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.” [QS. ar-Ra‘d (13): 8].
Di antara isi yang terkandung pada ayat di atas ialah hanya Allah saja yang mengetahui dengan pasti kapan seseorang meninggal dunia , di bumi mana ia akan dikubur dan apa saja yang terdapat dalam rahim seorang ibu. Selain Allah tidak ada yang dapat mengetahuinya dengan pasti.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan semakin banyak alat-alat canggih yang ditemukan manusia untuk mengetahui, mendeteksi dan memperkirakan sesuatu, namun pengetahuan manusia hanyalah bersifat relatif (nisbi), tidak sampai kepada kebenaran mutlak. Pengetahuan manusia hanya mencapai tingkat ‘prakiraan’ yang masih perlu dibuktikan kebenarannya. Seandainya manusia mengadakan penelitian tentang apa yang diperkirakan itu dan merasa mendapatkan kebenaran, maka kebenaran itu hanyalah kebenaran relatif. Teori relativisme ini pernah dikemukakan oleh Einstein, seorang ilmuwan Jerman yang terkenal. Dalam Ilmu Tauhid dinyatakan bahwa selain dari Allah mumkin. Pernyataan ini ada persamaannya dengan teori relativisme di atas.
Allah SWT menyatakan dalam firman-Nya bahwa kebenaran mutlak itu hanya ada pada Allah:
وَاللهُ يَقْضِى بِاْلحَقِّ وَالَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ لاَ يَقْضُوْنَ بِشَيْئٍ وَأَنَّ اللهَ هُوَ االسَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ.[المؤمن (40): 20].
Artinya: “Dan Allah menghukum dengan keadilan. Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tiada dapat menghukum dengan sesuatu apapun. Sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” [QS. al-Mukmin (40): 20].
Dan firman Allah SWT:
اَلْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلاَ تَكُوْنَنَّ مِنَ اْلمُمْتَرِيْنَ.[البقرة (2): 147].
Artinya: “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” [QS. al-Baqarah (2): 147].
Surat al-Mukmin ayat 20 menegaskan bahwa manusia tidak dapat menetapkan hukum dengan adil. Hanyalah Allah yang dapat menetapkan hukum dengan adil yang sebenarnya. Sedang surat al-Baqarah ayat 147 menegaskan bahwa kebenaran mutlak itu hanya ada pada Allah semata, karena itu janganlah orang-orang yang beriman ragu-ragu tentang hal itu. Di antara keberanan mutlak itu ialah al-Qur'anul-Karim.
Kembali pada persoalan di atas bahwa memang manusia (pemerintah) dapat menetapkan jam, hari dan tanggal pelaksanaan eksekusi dari suatu hukuman mati, namun ketetapan itu masih bersifat relatif. Kepastian seseorang akan mati tetap Allah yang menentukannya. Allah berfirman:
وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللهُ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ. [المنافقون (63): 11].
Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” [QS. al-Munafiqun (63): 11].
Dan firman Allah SWT:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُوْنَ.[الأعراف (7): 34].
Artinya: “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu[537]; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.[QS. al-A‘raf (7): 34].
Betapa banyaknya suatu pelaksanaan hukuman mati tertunda atau tidak dapat dilaksanakan pada waktunya, karena ada saja halangan yang datang secara tiba-tiba, karena segala sesuatu hanyalah Allah yang memutuskan. Bahkan mungkin saja terjadi, seseorang terpidana mati yang telah ditetapkan waktu eksekusinya, mati terlebih dahulu sebelum tiba waktu eksekusi tersebut. Allah SWT berfirman:
Dan firman Allah SWT:
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُوْلَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ. [يـس (36): 82].
Artinya: “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia.” [QS. Yaasinn (36): 82].
Demikian pula halnya dengan janin yang ada dalam kandungan, sekalipun telah menggunakan alat USG, namun hasilnya tetap merupakan kemungkinan atau prakiraan, bukan kebenaran mutlak. Dr. Suprono (alm), seorang dokter ahli kebidanan pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada suatu seminar pernah menyatakan: “dalam laut dapat diukur, dalam perut wanita siapa tahu”. Beliau sebagai seorang dosen yang telah berhasil mendidik puluhan dokter ahli kandungan, masih menyatakan bahwa pengetahuannya tentang sesuatu hanyalah sampai pada tingkat prakiraan.
 
Pertanyaan 3:
Tentang hukum memakan sembelihan orang Kristen (Ahli Kitab), ada dua pendapat. Pendapat pertama menghalalkan memakan sembelihan Ahli Kitab asal yang disembelih itu adalah binatang yang halal dimakan. Mereka beralasan dengan firman Allah:
اَلْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ. [المائدة (5): 5].
Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka ...” [QS. al-Maidah (5): 5].
Pendapat kedua menyatakan bahwa sembelihan Ahli Kitab itu haram dimakan. Alasan mereka ialah Ahli Kitab sejak zaman Nabi saw telah menganut kepercayaan syirik, tidak lagi percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah SWT:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوْا إِنَّ اللهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلاَّ إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوْا عَمَّا يَقُوْلُوْنَ لَيَمَسَّنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ. [المائدة (5): 73].
Artinya: “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” [QS. al-Maidah (5): 73].
Majelis Tarjih dan Tajdid cenderung kepada pendapat yang kedua dengan pertimbangan syadz adz-dzari'ah (mencegah kerusakan), berdasar pada sebuah kaidah ushul fiqh:
دَرْءُ اْلمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ اْلمَصَالِحِ.
Artinya: “Mencegah kerusakan didahulukan daripada mengambil kemaslahatan.”
Selanjutnya, ketika telah pasti diketahui bahwa suatu sembelihan itu disembelih atas nama selain Allah, maka haram hukumnya memakan sembelihan itu. Firman Allah:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ اْلمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ اْلخِنْزِيْرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ. [البقرة (2): 173].

Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. al-Baqarah (2): 173].

Sumber dari : http://www.fatwatarjih.com/

 


Tags: tarjih cabang muhammadiyah pedan
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori: pengajian rutin



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website